“Wisata Air”
“Allahuakbar allahuakbar
allahuakbar..lailahailallahuallahuakbar..allahuakbar walillailham” suara takbir
berkumandang dengan meriahnya untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1434 H besok
pagi. Suara takbir terdengar dari masjid-masjid di Kota Yogyakarta. Lebaran
tahun 2013 ini aku dan keluargaku merayakannya di Kota Yogyakarta. Kami
menginap di Hotel Andika Putra, Wirobrajan, Yogyakarta. “Masih ada karnaval
malam takbir ya di Jogja?” tanyaku pada kakak sepupuku yaitu Mbak Dita. “Ya
iyalah dek kan itu setiap tahun waktu malam takbir ” jawabnya dengan nada agak
tinggi. “Oh gitu ya. Wah! Ada sepeda gowes. Aaaaa!! Pingin Mbak Dit” dengan
suara yang mengagetkan. “Aaah! Iya dek sama, aku juga”. “Iya aku juga mau”
sahut kakak sepupuku, Mbak Nada. “Ngajak Mbak Eki ah!” ucapku. Lalu aku berlari
menuju Mbak Eki, kakak sepupuku. “Mbak, ayok naik sepeda gowes!” ajakku
padannya. “Ayok ae, nyewa di mana sih emangnya?” tanyanya padaku. “Gatau mbak”
jawabku sambil menaikkan pundak, lalu kami berjalan ke depan hotel dekat jalan
raya.
Orangtuaku, masku, Mbak Dita, Mbak Nada,
Pakde Yot, dan Bude Rin sedang berada disana sambil melihat karnaval malam
takbir di jalan raya yang berkeliling Kota Yogyakarta. Sedangkan beberapa
keluargaku yang lain sedang
berbincang-bincang di dalam hotel. “Kayaknya sepeda gowes itu nyewa di masjid
sebelah hotel ini mbk” kata Mbak Dita pada Mbak Eki. “Iya tah dek. Ya coba ae
tanya” tukas Mbak Eki. lalu aku,Mbak Dita, dan Mbak Eki berjalan menuju masjid
sebelah hotel”. “Permisi pak, itu sepeda gowesnya nyewan di sini?” tanya Mbak
Eki pada seorang bapak. “Iya nak, tapi sudah terpakai semua” jawab bapak tersebut. “Umm, ya sudah pak terimakasih”.
Kemudian kami membicarakan ini pada papaku, beliau menyarankan naik mobil saja.
Lagipula mobil pakdeku atapnya bisa di buka, jadi kami bisa mengambil foto
karnaval. Akhirnya kami memutuskan untuk berkeliling dan melihat karnaval malam
takbir di Yogyakarta dengan mengendarai mobil. Namun, yang ikut hanya aku, Mbak
Eki, Mbak Dita, Mas Adan, papa, dan mamaku. Keluarga yang lainnya ingin
beristirahat saja di hotel.
Keadaan jalan raya di Kota Yogyakarta
sangat padat oleh para pengikut karnaval. Kebanyakan yang mengikuti adalah
sekolah islam Muhammadiyah. Kami sangat menikmati kemeriahan malam takbir ini.
Melewati Jalan Malioboro yang sangat ramai. Suasana Kota Yogyakarta malam ini
begitu menakjubkan, kami juga mengambil foto keadaan jalan raya Kota Yogyakarta
yang ramai. “Meriah banget ya karnavalnya” ungkapku dengan senang. Keluargaku
juga terlihat senang saat itu. Sudah cukup lama kami berkeliling Kota
Yogyakarta dan akhirnya kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
Pagi ini pukul enam kurang, kami sudah
bersiap-siap menuju alun-alun selatan
untuk melaksanakan sholat Idul Fitri di masjid jamek Kota Yogyakarta. Tempat
parkir mobil kami agak jauh dari alun-alun, maka kami harus berjalan kaki
menuju lokasi sholat Idul Fitri. Di sana kami menggelar tikar untuk alas
sajadah, kemudian sholat dilaksanakan sekitar pukul tujuh kurang. Setelah
sholat Idul Fitri selesai, kami menuju parkiran dan pulang ke hotel. Di hotel
kami melakukan tradisi keluarga yaitu sungkeman. Sungkeman dilakukan dari
anggota keluarga yang paling tua ialah nenekku sampai yang termuda yaitu aku.
Kami semua saling memohon maaf dan memaafkan satu sama lain. Air matapun ikut
mengharukan suasana sungkeman. Setelah acara sungkeman, kami berfoto-foto untuk
menghilagkan kesedihan.
“Oke setelah ini planning kemana?” tanya
papaku pada kami semua. “Ke Gunung Kidul aja Om!” jawab mbak Eki. “Ada wisata
apa Dek di sana?” papaku bertanya lagi. “Rafting Om, main air. Jadi, harus bawa
baju ganti”. “Sip wes, ke Gunung Kidul ya?”. Semua setuju untuk berwisata ke Gunung Kidul, Bantul. Kemudian kami
menyiapkan pakaian yang perlu dibawa. Sebelum berangkat, kami sarapan terlebih
dahulu di hotel. Pukul 11.35 , kamipun siap untuk berangkat menuju Gunung
Kidul. Sekitar satu jam lamanya, kami sampai di tujuan. Kami segera memarkir
mobil dan turun menuju tempat wisata. Pakde Bagus berjalan ke arah loket untuk
membeli tiket wisata. Di sana tersedia berbagai wisata, kami memilih untuk Goa
Pindul, yaitu memasuki Goa dengan menaiki ban, sebab goa tersebut berada di air
yang dalam. Pakde Bagus membeli tiket untuk 8 orang, yaitu untuk aku, papaku, mamaku,
Mas Adan, Mbak Eki, Mbak Dita, Pakde Agus, dan beliau sendiri. Bude Wuwuk dan
Bude Lilis tidak ikut, karena harus menjaga nenekku yang tidak ikut juga. Kemudian kami berganti pakaian, sesudah itu
kami memakai pelampung agar tidak tenggelam di air yang cukup dalam. Lalu kami
mengikuti bapak pemandu yang nantinya akan menjelaskan berbagai macam hal. Kami
mengikutinya menuju lokasi Goa Pindul. Di sana kami diharuskan membawa ban
untuk kami duduk di air. Ban itu cukup besar dan aku sedikit kerepotan untuk
membawannya. Kami harus berjalan dengan membawa ban ke tempat masuk Goa Pindul.
“Ah..berat” kataku mengeluh. “Dipegang itu dek talinnya, kayak gini loh” kata
papaku. “Kuat gak dek?” tanya mamaku padaku. “Yah harus kuat, dikit lagi
sampai” jawabku bersemangat. Sesampainya di tempat masuk Goa, kami menaiki ban
satu persatu ke air. Lalu tangan kanan dan kiri memegang tali ban orang di
sebelah kita. Kamipun sudah siap untuk memasuki goa. Yang paling depan ialah
Pakde Bagus bersama bapak pemandu dan yang paling belakang ialah papaku.
Ternyata di sana bukan hanya ada kami, namun banyak sekali para wisatawan yang
datang juga. Suasana begitu ramai dan menyenangkan. Kami sudah memasuki ruang
utama goa yang tidak begitu gelap, namun Bapak Pemandu menyalakan senter untuk
menunjukkan batu-batu stalaktit di dalam goa. Selanjutnya kami memasuki ruang
Gelap Abadi. Bapak pemandu menjelaskan tentang ruangan ini “Nah sekarang kita
sudah berada di ruang Gelap Abadi di dalam goa. Mengapa disebut ruang Gelap
Abadi? Sebab apabila senter ini saya matikan maka ruangan ini akan sangat
gelap. Dan biasanya jika tidak ramai pengunjung seperti ini kita bisa berdoa
dengan tenang. Namun karena banyak yang menyalakan senter dan ramai, kita tidak
dapat melakukannya”. “Yahh..!” aku, Mbak Dita, dan Mbak Eki mengeluhkan hal
tersebut. Kemudian kami meninggalkan ruangan itu. Di dalam Goa Pindul ini
terdapat stalaktit yang meneteskan air dan kata bapak pemandu tetesan itu dapat
menjadikan seseorang awet muda. Namun saat aku melewati stalaktit itu aku tidak
ketetesan air, tapi aku tak menyesal. Lalu di Goa Pindul juga ada batu
stalaktit yang apabila dipukul akan berbunyi seperti gong. Dan bapak pemandu
membuktikannya dengan memukul satu kali batu tersebut dan menghasilkan suara
dengungan gong yang keras. Sekitar 40 menit kami menyusuri Goa Pindul dan
akhirnya keluar dari tempat tersebut. Petugas membolehkan pengunjung berenang
di area luar Goa Pindul. Aku, Mas Adan, dan Mbak Eki langsung melompat dari ban
dan “Byuurr...”.
Setelah itu kami masih belum puas dan
melanjutkan untuk wisata Rafting. Pakde Bagus kemudian membeli teket rafting
untuk 8 orang juga. Kami berangkat menuju area dengan mengendarai mobil pick-up oleh pemandu. Kami semua menuju
lokasi dengan gembira. Kami melewati jalan yang makadam, sehingga kami harus
berpegangan kuat pada besi yang dipasang di mobil pick-up tersebut. Kami juga
melewati kebun minyak kayu putih. Setelah itu sampailah kami di lokasi. Seperti
biasa, kami harus membawa ban dengan berjalan kaki ke lokasi awal mulainya rafting.
Bapak pemandu mengarahkan kita untuk menaiki ban, kemudian bapak pemandu
mendorong kami satu persatu. Lokasi rafting hampir seperti sungai, hanya saja luas
dan di sebelah kanan kiri tepi sungai terdapat tebing-tebing yang tinggi.
Panjang sungai tersebut kurang lebih 3 kilometer. Di lokasi rafting tersebut
arus air tidak begitu deras seperti pada saat hujan. Kedalaman sungai tersebut
sekitar 4 meter hingga 15 meter. Di area rafting terdapat air terjun dan juga
tempat yang sudah disediakan untuk melompat. Mbak Eki, Mas Adan, dan Pakde Agus
mencoba untuk melompat dari ketinggan 3 meter. Sedangkan Aku hanya
berenang-renang menunggu mereka melompat. Mbak Dita, papa, dan mamaku hanya
menyaksikan mereka saja. Lalu Pakde Bagus merekamnya. Setelah itu, kami
diarahkan melewati air terjun. Airnya mengenai kepala kami dan sedikit sakit. Kami
menikmati suasan yang sejuk di sana sambil bergurau. Hampir satu jam lebih tak
terasa kami rafting di sana. Akhirnya
kami sampai di ujung sungai dan harus kembali ke lokasi pembelian tiket dengan
menggunakan mobil pick-up. Selanjutnya
kami mandi terlebih dahulu. Kemudian kami kembali ke Yogyakarta pukul 16.20.
Wisata Goa Pundul dan Rafting ini merupakan wisata air pertama kali yang pernah
kami coba, sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
0 comments:
Posting Komentar